Rabu, 02 Januari 2019

Pemutusan Hubungan Kerja


A.    Arti Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah suatu kesepakatan antara pekerja dengan pihak majikan dimana pekerja bersedia dan menyanggupi melakukan pekerjaan yang ditentukan pihak majikan dan selanjutnya berhak menerima kompensasi berupa upah dan gaji yang harus dibayar oleh pihak majikan. Suatu hubungan kerja yang sudah berjalan lama dan bahkan bertahun-tahun pada suatu saat bisa terjadi pemutusan kerja yang disebut PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

PHK adalah suatu kondisi atau suatu dimana pekerja tidak bekerja lagi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan karena hubungan kerja telah terputus dan berakhir.
Ada beberapa macam PHK yang dilakukan di perusahaan atau instansi pemerintah:
1.     PHK yang terjadi mengakibatkan putusnya sama sekali hubungan antara kedua belah pihak, baik hubungan kerja maupun hubungan sosial. Pada saat terjadi PHK jenis ini kepada pekerja diberikan semacam uang pesangon sebagai penghargaan atas jasa jasanya pada perusahaan dan semacam jaminan sosial pada keluarganya sampai berikutnya.
2.     PHK yang menimbulkan putusnya hubungan kerja, akan tetapi hubungan sosial antara pekerja dengan organisasi usaha atau intansinya tetap masih berlangsung, karena karyawan itu masih berhak untuk mendapatkan uang pensiun setiap tahunnya.

Risiko PHK Bagi Perusahaan dan Pekerja
Bagi pihak perusahaan, PHK menimbulkan risiko antara lain:
1.     Melepaskan karyawan yang sudah berpengalaman dan setia
2.     Sering mengakibatkan terhentinya produksi karena terjadi PHK
3.     Harus mencari karyawan baru yang belum tentu sesuai dengan harapan
4.     Membutuhkan biaya pengeluaran yang cukup besar untuk mencari penggantinya dengan pelatihan
5.     Kinerja pengganti belum tentu sebaik dengan yang di PHK
Risiko yang diterima karyawan yang di PHK antara lain:
1.     Pengahasilan untuk keperluan keluarganya pasti menjadi berkurang
2.     Situasi yang kurang baik karena menjadi pengangguran
3.     Berkurangnya kewibawaan dan harga diri apalagi jika selama bekerja dia mempunyai jabatan yang lumayan tinggi
4.     Terputusnya hubungan relasi dengan teman teman sejawat
5.     Terpaksa harus berusah payah untuk mencari pekerjaan baru

B. Berbagai Jenis Penyebab PHK
1)    PHK atas permintaan sendiri
Suatu PHK dapat terjadi karena pekerja merasa tidak ada gunanya lagi melakukan hubungan kerja dengan perusahaan.
PHK atas permintaan sendiri karena:
a.     Tingkat kompensasi dianggap terlalu kecil
b.     Lingkungan kerja yang kurang nyaman
c.     Tidak adanya pengembangan karier lagi
d.     Masalah kesehatan yang tidak cocok
e.     Pekerjaan tidak sesuai dengan bakat dan keahlian
f.      Perlakuan yang kurang adil

PHK atas permintaan sendiri biasanya sulit dibendung, apalagi kalau banyak karyawan yang mengundurkan diri akan sangat merugikan perusahaan karena akan terlihat dari:
a.     Produktivitas kerja yang semakin merosot
b.     Organisasi akan kehilangan tenaga potensial yang sulit dicari penggantinya
c.     Perusahaan akan banyak mengeluarkan biaya untuk mencari penggantinya
d.     Pengelolaan perusahaan akan terasa kurang baik

Perusahaan sebaiknya harus mencegah pengunduran diri karyawan secara besar-besaran dengan cara melakukan perbaikan di segala bidang manajemen perusahaan. Langkah yang dapat dilakukan antara lain:
a.     Memperbaiki tingkat kompensasi
b.     Menciptakan lingkungan kerja yang higeinis
c.     Meninjau pola penempatan pegawai
d.     Menyempurkan sistem dan prosedur yang berlaku dalam perusahaan
e.     Meningkatkan fasilitas kerja dan kesejahteraan karyawan

2)    PHK karena kebijakan perusahaan
Sering terjadi perusahaan merasa karyawannya terlalu banyak sehingga pekerjaan masing-masing pegawai sangat rendah bahkan dibawah standar, maka perusahaan sering melakukan rasionalisasi dengan cara pengurangan pegawai, baik dengan PHK maupun mempercepat pension. Pengurangan karyawan terpaksa diambil karena:
a.     Karyawan tidak disiplun
b.     Karyawan berlaku asusila
c.     Karyawan tidak bekerja sama dengan sesama
3)    PHK karena untuk mentaati peraturan perundang undangan yang belaku , misalnya:
a.     Karyawan telah meninggal dunia
b.     Telah mencapai batas usia pension
c.     Telah berakhir kontrak kerja dengan organisasi perusahaan
Jenis-Jenis PHK
a.     PHK bersifat sementara
Karena produksi menurun atau menumpuknya produksi yang tidak terjual. PHK sementara biasanya dikenakan pada:
a.     Karyawan harian yang hubungan kerjanya tidak tetap
b.     Karyawan pada perusahaan yang menghasilkan produk musiman
c.     Karyawan yang terlibat sesuatu tindak criminal sehingga sempat ditahan atau dipenjarakan sampai putusan pengadilan
b.     PHK yang bersifat permanen
Dengan pemberhentian karyawan, secara otomatis pekerja akan kehilangan pekerjaan.

C.  Larangan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan:
a)     Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
b)    Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c)     Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d)    Pekerja/buruh menikah.
e)     Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
f)     Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau PKB.
g)     Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
h)    Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
i)      Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
j)      Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemensiunan Sumber Daya Manusia/ Karyawan
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebagainya.
Undang-Undang mempensiunkan seseorang karena karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Kemudian pensiun karena keinginan pegawai adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapau masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan.

D.  Proses PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
Mengurangi shift kerja
Menghapuskan kerja lembur
Mengurangi jam kerja
Mempercepat pension
Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
Cara Menghindari PHK
PHK mungkin merupakan suatu persepsi yang menakutkan. Namun PHK masih dapat dihindari. Ini adalah cara menghindari agar karyawan tidak terkena PHK:
a)     Bekerja dengan baik, meningkatkan kinerja kita untuk perusahaan.
b)    Hindari hal yang membahayakan yang dapat menggoyahkan posisi anda di perusahaan itu.
c)     Selalu belajar, jangan pernah merasa puas dengan hasil pekerjaan kita lakukan yang terbaik lagi. Dan selalu belajar.
d)    Kuasai keahlian lain, jadi karyawan mempunyai nilai plus tersendiri bagi perusahaan.
e)     Membuat prestasi kerja di perusahaan
f)     Mulai mencintai pekerjaan yang kita lakukan dan hindari rasa cemas. Karena kecemasaan kita mampu  mempengaruhi kinerja kita.

Sumber :
Sihotang. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.


Promosi dan Pemindahan


1.      Jalur Promosi
Kesempatan untuk maju di dalam organisasi sering disebut sebagai promosi (naik pangkat). Suatu promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang cenderung lebih tinggi. Jalur promosi merupakan sebuah gambaran struktur tingkatan jabatan. Lebih sederhananya lagi diartikan sebagai sebuah pertanyaan yaitu “selanjutnya jabatan apa yang levelnya lebih tinggi dari jabatan ini?”.

Pada umumnya, jalur promosi terbatas pada suatu departemen atau bagian saja. Jadi, misalnya seorang pejabat di bagian produksi, maksimum hanya bisa naik pangkat sampai direktur produksi. Perencanaan jalur promosi akan lebih jelas apabila digambarkan melalui suatu bagan.

 

1.      Dasar-dasar Promosi

Menurut Martoyo (1994:65-66) “Umumnya terdapat dua dasar untuk mempromosikan seseorang, yakni:a) kecakapan kerja (merit);b) senioritas. Bagi penentu kebijaksanaan dalam suatu organisasi tentunya lebih cenderung menggunakan kecakapan kerja atau merit tersebut sebagai dasar suatu promosi. Sebab kompensasi yang baik adal
ah dasar untuk kemajuan seseorang. Namun, bagi umumnya anggota organisasi atau pegawai lebih cenderung pada senioritas. Sebab umumnya mereka berpendapat bahwa dengan makin lama masa kerja pegawai, kecakapan mereka akan menjadi lebih baik. Mereka pada umumnya menganggap bahwa dasae kecakapan kerja tersebut masih mengandung judgement, sehingga dianggap masih belum objektif. Namun ternyata, tidaklah semudah yang diduga untuk mengukur objektivitas promosi tersebut.” Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa kasus tertentu terdapat pegawai senior yang dipromosikan terlebih dahulu. Pegawai senior disini dimaksudkan pegawai yang mempunyai masa kerja paling lama diorganisasi tersebut. Keuntungan sistem senioritas tersebut, adalah adanya prinsip objektivitas. Pegawai yang akan dipromosikan, ditentukan berdasarkan catatan senioritas yang ada diorganisasi.

Walaupun organisasi telah secara tegas dan jelas mencantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan melaksanakannya ketentuan untuk promosi tersebut sebaik-baiknya, tetapi kemungkinan terjadi kesalahan atau kekeliruan dapat saja terjadi, bila kandidat tersebut pandai dalam mendekati atasan. Dalam kaitan ini berarti kemungkinan pertimbangan bakat dan kemampuan dapat terkalahkan, sehingga didapatkan pejabat yang promosi tersebut kurang bias diterima oleh semua pihak.

Dengan demikian, tidak ada jaminan penuh bahwa pegawai yang dipromosikan benar-benar memenuhi harapan organisasi. Oleh karena itu, suatu analisis yang matang mengenai potensi pegawai yang bersangkutan perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Analisis yang demikian menjadi semakin penting apabila dikaitkan dengan das sains (senyatanya) bahwa kecakapan kerja atau kemampuan kerja setiap pegawai adalah terbatas. Artinta tidak mustahil bahwa seseorang pegawai menunjukkan prestasi kerja tinggi pada pekerjaan dan posisinya sekarang, tetapi karena sebenarnya yang bersangkutan sudah mencapai puncak kompetensinya, tidak lagi mampu berprestasi hebat pada posisi yang lebih tinggi. Dalam hal demikian mempromosikan seseorang akan membawa kerugian, bukan hanya bagi yang bersangkutan, tetapi juga bagi organisasi.

2.      Kecakapan Kerja “versus” Senioritas
Berbagai argumentasi tentang kebaikan kecakapan kerja mupun senioritas sering tidak bisa diputuskan untuk memilih mana yang lebih baik. Misalnya, memang diakui bahwa semakin lama seorang bekerja pada suatu organisasi, semakin berpengalaman dia.  Namun, kecakapannya akan selalu meningkat ? masalah seperti ini menjadi lebih sulit, apabila organisasi dihadapkan pada suatu situasi sehingga memerlukan perubahan (perubahan cara kerja, organisasi atau hubungan kerja). Mereka yang lebih senior sering justru sulit untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Mereka sudah terlampau terbiasa dengan cara kerja lama, misalnya, sehingga sulit memahami cara kerja baru.

Sebaliknya penggunaan dasar kecakapan kerja akan menjamin bahwa hanya mereka yang cakaplah yang bisa dipromosikan. Masalahnya adalah siapa yang menentukan kecakapan ini ? Bukankah penentuan kecakapan kerja bagaimanapun merupakan suatu penilaian, yang tidak akan luput dari kesalahan maupun subyektifitas ? Pada umumnya, karyawan khawatir kalau terjadi masalah “like” dan “dislike” dalam penilaian ini. Karena itu, di dalam penentuan dasar untuk promosi sering digunakan suatu kompromi antara dasar kecakapan kerja dan senioritas ini. Komprominya bisa dinyatakan misalnya dengan : apabila ada para pejabat yang mempunyai kecakapan yang sama, maka pejabat yang lebih seniorlah yang akan dipromosikan. Atau, apabila ada dua pejabat yang mempunyai senioritas yang sama, maka pejabat yang lebih cakaplah yang akan dipromosikan.

Bentuk kompromi untuk dasar kenaikan pangkat, bisa tidak hanya menyangkut masalah kecakapan kerja dan senioritas saja. Misalnya, untuk tenaga-tenaga pengajar di perguruan tinggi digunakan berbagai dasar yaitu; di samping masa kerja, adalah bidang pendidikan dan pengajaran, publikasi ilmiah, pengabdian kepada masyarakat, loyalitas pada Universitas dan kegiatan lain-lain. Jadi di sini Nampak bahwa prestasi kerja dijabarkan dalam berbagai faktor yang lebih terperinci. Di samping kompromi untuk dasar kenaikan pangkat, penggunaan dasar kecakapan kerja dan senioritas juga digunakan dalam merancang struktur upah. Kompromi antara kedua dasar tersebut bisa dilihat dalam gambar ini.

 


1.      Demosi
Demosi adalah penurunan jabatan dalam suatu instansi yang biasa dikarenakan berbagai hal. Dapat dipastikan tidak ada seorang pegawai pun yang senang mengalami hal ini. Pada umumnya demosi dikaitkan dengan pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti :

a.    Penilaian negatif oleh atasan karena prestasi kerja yang tidak/kurang memuaskan
b.    Perilaku pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang tinggi
Situasi lain yang ada kalanya berakibat pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan organisasi menurun, baik sebagai akibat faktor-faktor internal maupun eksternal, tetapi tidak sedemikian gawatnya sehingga terpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal demikian suatu organisasi memberikan pilihan kepada para karyawannya yaitu, antara demosi dengan segala akibatnya dan pemutusan hubungan kerja dengan perolehan hak-hak tertentu seperti pesangon yang jumlahnya didasarkan atas suatu rumus tertentu yang disepakati bersama.
2.      Definisi Mutasi (Pemindahan)
Mutasi (pemindahan) atau transfer  menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan seseorang yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas, dan tanggung jawab yang baru adalah sama seperti sebelumnya. Mutasi (pemindahan) atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain dalam bidang yang berbeda di suatu perusahaan. Pemindahan ini  terkadang dapat dijadikan sebagai tahapan awal atau batu loncatan untuk mendapatkan promosi pada waktu mendatang. Para ahli berpendapat bahwa mutase (pemindahan) adalah proses yang secara hukum sah dilakukan dilingkungan pemerintah.

Oleh karena itu, mutasi harus dipahami sebagai berkah, karena dengan mutase ini, pegawai banyak diuntungkan ketika berbicara tentang karier. Tetapi, terkadang pada pihak yang merasa nyaman dengan jabatan dan lingkungan kerjanya, mutase adalah siksaan, serta tidak dapat dipungkiri bahwa mutase merupakan sebuah kata yang seram ditelinga pejabat atau staff pemerintah. Hakikatnya mutasi (pemindahan) adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan.

A.  Tujuan Mutasi (Pemindahan)
                        Tujuan mutasi (pemindahan) menurut Mudjiono (2000) adalah :
1.    Meningkatkan produktivitas karyawan
2.    Menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan
3.    Memperluas atau menambah pengetahuan karyawan
4.    Menghilangkan rasa bosan/jenuh terhadap pekerjaannya
5.    Memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi
6.    Alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka
7.    Menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan



Sumber penulisan : 
T. Hani Handoko, 2002, Manajemen Personalia dan Sumber daya manusia.Yogyakarta:BPFE.
George Strauss dan Leonard Sayles, buku Manajemen personalia segi manusia dalam organisasi