A. Pengertian
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan
mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan orang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja,
karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan-keluhan dan masalah – masalah personalia vital lainnya.
Gambar 1
Pengaruh Fungsi Personalia Pada Kepuasan
Kerja
B. Fungsi kepuasan kerja
1.
Para
karyawan yang mendapat kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan baik
2.
Akan
mencapai kematangan psikologis dan menjadi termotivasi
3.
Mempunyai
catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik
4.
Berprestasi
kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja
5.
Menciptakan
keadaan positif dalam lingkungan
karyawan
C.
Faktor-faktor
penentu kepuasan kerja
Bilamana
sebuah pekerjaan memuaskan? Pada suatu masa para ahli ilmu sosial menganggap
jawabannya jelas: sebuah pekerjaan memuaskan jika ada keselarasan antara
sifat-sifat pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan orang tersebut. Penelitian yang
belakangan menunjukan bahwa faktor-faktor yang menentukan kepuasan lebih rumit
dari itu. Yang pasti orang dan pekerjaan mereka adalah unsur pokok yang
terlihat, akan tetapi jelas bahwa ada banyak variabel antara orang dan
pekerjaan mereka yang membantu menentukan apakah hubungan memuaskan atau tidak.
Apakah saya puas pada pekerjaan saya tergantung pada:
- · Pengharapan
Jika
saya mengharapkan pekerjaan saya menantang (atau baik bayarannya), dan ternyata
tidak, saya tidak puas. Tetapi bila saya mengharapkannya membosankan (atau
rendah bayarannya), dan ternyata benar demikian, rasa kecewa saya mungkin hanya
sedikit.
- Penilaian diri
Jika
saya menganggap diri saya sebagai orang yang secara umum puas (atau orang yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik), saya tidak akan bersedia mengakui bahwa
pekerjaan dapat mengesalkan saya. Jika saya mempunyai watak yang secara umum
periang, ini akan tercermin dalam sikap saya terhadap pekerjaan.
- · Norma-norma sosial
Kalau
orang-orang lain, terutama orang yang saya hormati, menganggap pekerjaan saya
baik atau saya seharusnya merasa puas atas pekerjaan tersebut atau jika orang
mengatakan pada saya bahwa apa yang saya kerjakan adalah penting, lebih besar
kemungkinannya saya akan puas.
- · Perbandingan-perbandingan sosial
Jika
semua kawan saya mempunyai pekerjaan yang lebih menarik dari pekerjaan saya,
saya akan merasa lebih tidak puas dari pada jika kami semua senasib.
- · Hubungan input/output
Kepuasan
terhadap pekerjaan saya tergantung pada bagaimana penilaian saya mengenai
hubungan antara apa yang saya bawa atau masukkan ke dalam pekerjaan (input) dan
apa yang saya peroleh (output). Jika saya bekerja keras (input) dan tidak
berhasil menyelesaikan apa yang ingin saya capai (output) saya akan merasa
kurang puas daripada jika saya mengeluarkan usaha yang setengah-setengah.
Demikian pula, jika saya telah belajar bertahun-tahun lamanya agar memenuhi
syarat untuk sebuah pekerjaan yang kemudian ternyata memberi bayaran sangat
kecil, saya akan merasa kurang puas daripada seandainya saya hanya mempunyai
pendidikan sedikit saja.
- · Keikatan
Jika
setelah memikirkan masak-masak saya memilih satu pekerjaan dari sejumlah
kesempatan memilih, saya terikat suatu keikatan bebas dengannya. Saya akan
merasa segan untuk mengakui bahwa pekerjaan saya tidak menguntungkan, karena
dengan berbuat demikian berarti saya mengakui bahwa kemampuan saya dalam
memilih kurang baik. Perasaan keterikatan saya (dan kepuasan yang dihasilkan)
bisa menjadi amat kuat kalau keputusan saya diketahui oleh kawan-kawan.
- · Dasar pemikiran
Jika
rekan-rekan saya banyak membicarakan tentang gaji, kemungkinan besar saya akan
menganggap gaji penting. Jika manajemen mengumumkan program peningkatan kerjanya,
saya mungkin akan menganggap itu penting dan bingung jika program tidak sesuai
dengan janjinya.
Semua faktor di atas
menunjukan bahwa kepuasan kerja adalah sebuah konsep yang sukar dipahami.
Konsep itu berhubungan dengan keadaan dimana pertanyaan diajukan, yang
mengingatkan kita pada kebiasaan yang sudah klise. “ Bagaimana istri (suami)
anda? ” atau “Dibandingkan dengan apa?” Tapi ia pun berhubungan dengan arti
pekerjaan, dan bahkan dengan arti hidup itu sendiri.
Sejauh
mana pentingnya pekerjaan yang memuaskan?
Dalam
tahun-tahun terakhir ini telah terjadi perdebatan sengit mengenai apakah
masyarakat Amerika sedang “berrevolusi terhadap pekerjaan”. Perdebatan
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan penting mengenai pentingnya kepuasan kerja
terutama menyangkut pekerjaan yang penuh tantangan bagi para pekerja Amerika.
Berhubungan dengan pernyataan ini ada pertanyaan-pertanyaan lain, yang
barangkali bahkan lebih sulit: (1) apa hubungan pekerja dan waktu santai? Dan
(2) bagaimana perbedaan orang dalam orientasi dan penyesuaian mereka pada
pekerjaan?
·
Kebutuhan
akan tantangan
Pertanyaan mengenai
peranan yang dimainkan pekerjaan terutama pekerjaan yang penuh tantangan dalam
kehidupan manusia bukan hanya menjadi perhatian manajemen saja, ia merupakan
masalah psikologi, moral dan bahkan teologis yang banyak dipertentangkan para
ahli. Tak ada jawaban yang jelas, tapi akan kami uraikan beberapa bentuk
perdebatan, dan yang lain akan dibicarakan kemudian.
Alasannya: pekerjaan
yang penuh tantangan adalah sangat penting.
Sebuah
kelompok mengatakan bahwa manusia dewasa membutuhkan pemenuhan butuhan egois
dan aktualisasi diri tingkat tinggi melalui pekerjaan mereka. Proses menjadi
dewasa termasuk menerima tantangan yang semakin besar dan mengalami autonomi
serta kemandirian yang lebih besar. Mereka yang tidak mengalami
kesempatan-kesempatan ini (terutama, mereka yang tidak mampu mengungkapkan
sesuatu secara berarti melalui pekerjaan) tak pernah mencapai kedewasaan
psikologis. Karena rata-rata pekerja menghabiskan hampir sepertiga waktunya
untuk bekerja kalau pekerjaan itu tidak memberi tantangan atau autonomi ia bisa
mengalami frustasi yang hebat, dengan akibat-akibat yang merugikan baik bagi
dirinya sendiri mau pun bagi perusahaannya.
Alasannya: pekerjaan
yang penuh tantangan tidak penting.
Argumentasi
tandingannya adalah bahwa banyak orang dengan mudah menyesuaikan diri pada
pekerjaan yang membosankan. Mereka memusatkan kehidupan jauh dari pekerjaan,
mengharapkan relatif sedikit kepuasan dari padanya, dan tidak kecewa bila
pekerjaan hanya memberi mereka sedikit tantangan atau perasaan kreatif. Tentu
saja dibantah, banyak orang tidak menginginkan autonomi dan tantangan tingkat
tinggi pada pekerjaan, bahkan bila ada sekali pun. Mungkin mereka belum dewasa,
tapi ketidakdewasaan mereka lebih banyak diakibatkan oleh lingkungan keluarga
daripada pekerjaan, mereka telah belajar bergantung semenjak masa kanak-kanak
dan tidak mungkin mengubahnya pada kehidupan lebih lanjut.
Mungkin permasalahannya
akan nampak kurang rumit jika kita melangkah ke belakang dan melihatnya dari
sudut sejarah maupun kebudayaan. Ingat bahwa sikap kita sekarang terhadap
perkerjaan adalah berdasarkan kebudayaan. Perkerjaan tidak selamanya penting
seperti sekarang; mungkin tidak dianggap demikian pentingnya pada masa yang
akan datang. Dalam abad-abad yang lalu, terutama ketika peradaban sedang tumbuh
subur di Yunani dan Roma, perkerjaan tidak menduduki posisi yang mulia. Mereka
yang memiliki status sosial lebih tinggi tidak diharapkan berkerja, karena
perkerjaan terutama dibatasi hanya untuk para budak dan warga negara bebas yang
tidak mempunyai sumber penghasilan sendiri.
Namun, garis antara
kegiatan kerja dan non-kerja sekarang ini jauh lebih tajam daripada dulu.
Sebelum banyak orang berkerja jauh dari tempat tinggalnya, orang tinggal dan
bermain dengan teman-teman seperkerjaan, dan seluruh rangkain tata cara serta
kegiatan kegiatan lainnya cendrung menggabungkan kehidupan dan perkerjaan,
keluarga ,dan masyarakat menjadi sebuah jaringan yang utuh. Pada masa itu,
orang tidak terlalu merasa perlu “melarikan diri” dari perkerjaan (dan
mempunyai banyak kesempatan untuk itu). Sekarang, semenjak perkerjaan dan
permainan mengisi bagian yang berbeda dalam kehidupan kita, kita merasa harus
memutuskan mana yang paling penting.
Orang-orang
semacam ini menemukan banyak tantangan, kreativitas, dan autonomi dalam menghidupi sebuah
keluarga, mengembangkan hobby, atau mengambil bagian dalam urusan-urusan
masyarakat.
Telah diramalkan
bahwa perkerjaan akan menjadi semakin rutin dan makin lama makin sedikit
memberi kesempatan bagi kreativitas dan kebijaksanaan. Sebaliknya, dengan
semakin singkatnya jam kerja akan ada “dedikasi baru” pada diversifitas dan
individualisme di luar perkerjaan .... Waktu senggang akan merupakan tempat
perburuaan yang menggembirakan bagi jiwa yang mandiri.^24
Dari
ramalan-ramalan semacam itu, sementara orang menyimpulkan bahwa mungkin
penggunaan yang paling baik dar sumber-sumber daya kita adalah untuk
mempercepat automatisasi, kepuasan-kepuasan pada perkerjaan pada perkerjaan,
dari mengkonsentrasikan enerji kita untuk membuat waktu senggang menjadi lebih
berarti. Pasti ada diantara kita yang yakin bahwa tentu ada hal-hal yang lebih
“relavan“dan “berarti” untuk dilakukan dalam hidup seseorang daripada
menghabiskan waktu delapan jam sehari didalam pabrik atau kantor.
Yang
lain membantah bahwa adalah tidak mungkin mengkotak-kotakan kegiatan-kegiatan
kerja dan waktu senggang dan bahwa kegiatan waktu senggang dapat menggantikan
apa yang tidak ada ada pada perkerjaan. Salah satu kebiasaan-kebiasaan waktu
senggang, dan bahwa mereka yang mempunyai perkerjaan yang rutin cendrung untuk
tidak terlibat dalam jenis-jenis rekreasi yang rutin dan pasif.^25
D. Hubungan
Kepuasan Kerja
- · Hubungan Antara Prestasi dan Kepuasan Kerja
Gambar 1
Umpan
Balik pada hubungan antara prestasi kerja
Menurut Strauss dan Sayles,1) kepuasan kerja
juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan
kerja tidak akan mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan
menjadi frustasi. Karyawan sperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat
kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan
sering melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang
harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja bisanya
mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam
kegiatan serikat karyawan, dan ( kadang – kadang) berprestasi kerja lebih baik
dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. 2) Oleh karena itu,
kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan,
terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja
perusahaan.
·
2. Hubungan Kepuasan Kerja, Perputaran karyawan dan absensi
Gambar 2
Kepuasan Kerja, Perputaran Karyawan dan absensi
Meskipun hanya merupakan salah satu sektor
dari banyak pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan dan absensi. Seperti terlihat pada gambar bahwa kepuasan kerja yang
lebih rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi.
Mereka lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan
lain. Hubungan serupa berlaku juga untuk absensi. Para karyawan yang kurang
mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen. Mereka sering tidak
merancakan untuk absen, tetapi bila ada berbagai alasan untuk absen , untuk
mereka lebih mudah menggunakan alasan – alasan tersebut.
· 3. Hubungan Kepuasan kerja, Umur dan Jenjang
Pekerjaan
Gambar 3
Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Umur
dan Jenjang Pekerjaan
Semakin tua umur karyawan, mereka cenderung lebih lebih terpuaskan
dengan pekerjaan – pekerjaan meraka. Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi
kepuasan kerja mereka, seperti pengharapan – pengharapan yang lebih rendah dan
penyesuaian – penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja karena mereka lebih
berpengalaman. Para karyawan yang lebih muda, di lain pihak cenderung kurang
terpuaskan, karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian
dan penyebab lainnya. Tentu saja ada pengecualian, tetapi banyak studi yang
membuktikan bahwa kepuasan kerja yang tinggi dipengaruhi oleh umur, seperti
dijelaskan pada gambar 3.3 diatas.
Gambar ini menunjukan bahwa orang – orang
dengan jenjang pekerjaan lebih tinggi cenderung lebih lebih mendapatkan
kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja
lebih nyaman, dan pekerjaan – pekerjaan mereka memungkinkan penggunaan segala
kemampuan yang mereka punyai, sehingga mereka mempunyai alasan – alasan untuk
lebih terpuaskan. Sebagai contoh dalam praktek karyawan trampil cenderung
memperoleh kepuasan kerja lebih besar dari pada karywan tidak trampil.
Sumber
penulisan :
T.
Hani Handoko, 2002, Manajemen Personalia dan Sumber daya manusia.Yogyakarta:BPFE.
George
Strauss dan Leonard Sayles, buku Manajemen personalia segi manusia dalam
organisasi
Nama Kelompok :
1. Julaekha Fajrina
2. Yohana Fitriyani
3. Yulia Cristy Wijaya